“Gyahahahahaha…! Sontoloyo kamu tu!!”
Suatu hari di suatu tempat di mana sekumpulan anak manusia tertawa akan kelakuan mereka sendiri. Tiba-tiba Tukiyem ingat kalau perutnya lagi keroncongan. Sesaat dia melirik ke wajah teman-temannya yang masih terbahak-bahak. Tukiyem berusaha menarik perhatian mereka.
“Duh, lapar!!”
“Beli burger di pojok sana tuh!” kata Saridi yang ternyata mendengar keluhan Tukiyem.
“Burger? Waduh, emang bisa kenyang ya kalo makan makanan itu?”
“Hahahaha… kayak kamu gak pernah makan burger aja! Coba beli dulu sana!”
Saridi masih tertawa-tawa. Mungkin efek dari guyonan tadi. Tapi, kini aroma daging burger mulai menggoda dan akhirnya menarik Tukiyem ke tukang burger itu. Sejenak dia melihat-lihat menu burger yang ada di mobil burger itu.
“Apa ini? Ciken burger, posperiti, bif burger, bif cis, onion ring? Yang enak yang mana ya, Mas?”
Mas si tukang burger agak ngikik saat melihat wajah Tukiyem yang bingung. “Ya terserah mbaknya aja laaah.”
Tukiyem berpikir dan akhirnya ada secercah pencerahan. “Bif burger wae laah mas.”
Tanpa mengiyakan, mas tukang burger pun mulai meracik makanan dari Negeri Barat ini dengan lincahnya. Tanpa disadari, Saridi telah berdiri di belakang Tukiyem. “Beli apa akhirnya?”
Tukiyem acuh tak acuh dengan pertanyaan Saridi. Dia masih konsentrasi menatap tangan mas burger yang lincah menyusun makanan bertingkat itu.
“Waaaah, aku jadi pingin. Mas, satu lagi ya, Mas!” ucap Saridi tiba-tiba.
“Sama kayak mbaknya ya, Mas?
“Emang Tukiyem beli yang mana? Emm.. ya udah deh.. Gapapa.”
Sementara mas burger mengulangi kembali racikannya, Tukiyem beranjak pergi dan kembali ke kerumunan anak-anak tadi. Dengan bangganya dia menggenggam beef burger yang masih dibungkus kantong kertas berwarna coklat. “Hehehehe, akhirnya aku makan burger juga.”
“Wah wah, si Kiyem beli burger!” teriak Susi, berusaha mempermalukan Tukiyem.
“Mari kita lihat bagaimana si Tukiyem ini makan burger. Hahahaha…”
Tawa Harjo tak membuat Tukiyem malu. Walaupun Susi dan Harjo berusaha mempermalukannya, Tukiyem tetap bangga dengan burger di tangannya. “Hm hm, burger nyam nyam.”
Tukiyem duduk di samping Susi yang sedang terbahak-bahak dengan puasnya. Demikian juga dengan Harjo. Tukiyem yang sudah kebal dengan berbagai ejekan malah menantang, “Ayo! Mari lihat si Tukiyem ini memakan burger. Hohoho..”
Tiba-tiba Saridi kembali ke kerumunan, tentunya dengan burgernya yang masih dibungkus kantong kertas. Dia pun tak kalah bangganya dengan Tukiyem. Matanya mengarah ke Tukiyem yang menandakan bahwa dialah yang paling jago makan makanan ini. Saridi duduk di samping Tukiyem, menirukan gaya si Tukiyem menggenggam burger sambil mengekek.
“Kenapa ketawa? Kamu yakin bisa makan makanan ini?”
“Eeee… Jangan salah! Tiap aku lapar, aku selalu makan burger. Hahaha.”
“Terserahlah!”
Tukiyem memulai berpikir, bagaimana cara memakan makanan ini kalau bentuknya saja seperti ini. Bulat, bertingkat, dan isinya macam-macam. Sementara itu, Saridi sudah mengeluarkan seluruh burger dari kantong kertas. Dia tampak elegan saat memegangnya. Tukiyem mulai panik dengan keadaan ini. Susi dan Harjo memperhatikan ‘turnamen’ makan burger ini sambil terus mengekek.
“Liat liat! Saridi mantap banget megangnya. Lha si Tukiyem? Hahahaha…” ejek Harjo tanpa iba sedikit pun. Susi mengiringinya dengan tawa yang menggelegar. Tetapi, Tukiyem masih tetap bertahan dengan posisinya.
Akhirnya Tukiyem pun mengeluarkan separo burger dari kantong kertas. Berbeda dengan Saridi, Tukiyem memegang burger tak langsung dengan tangan melainkan dengan kantong kertas yang masih membungkus separo burgernya. Sebelum Saridi menggigit burger yang telah dipegangnya terlebih dahulu, Tukiyem mau menunjukkan kepada teman-temannya betapa piawainya dia saat makan burger.
“Happ!” Tukiyem mulai menggigit burgernya. Tapi dia menyadari satu hal. Ternyata saos dan dagingnya jatuh ke dalam kantong burgernya. Untuk menutupi rasa paniknya, dia berusaha cuek dengan terus memakan burger. Toh, teman-temannya tidak akan tahu kalau dagingnya jatuh.
Melihat Tukiyem telah melahap sebagian burgernya, Saridi tak mau kalah. Saridi tampak elegan saat menggigit burger. “Happ!! Tes tes!”
Susi dan Harjo yang terus menatap kedua temannya memakan burger itu terperanjak kaget.
“Gyahahahahahaha!!! Saosnya netes!! Huahaahahaha! Saridi kalah telak!”
Tetesan merah kental jatuh di kaki Saridi dan jelas itu terlihat memalukan. Dengan keadaan itu, Tukiyem merasa dirinya menang. Padahal kalau saja burger Tukiyem dikeluarkan semuanya dari kantong burger, pasti akan lebih memalukan daripada yang dialami Saridi.
Bersamaan dengan keadaan memalukan itu, tiba-tiba mas tukang burger mendatangi kerumunan.
“Mbak, Mas, tadi belum bayar lho..!”
Suasana hening sejenak dan tawa pun kembali menggelegar dari empat serangkai itu.
NB: kejadian nyata yang sudah diedit sedemikian rupa sehingga bisa dijadikan cerpen.. XD