RSS

Sakit itu tak selalu nampak



Aku hanya menceritakan tentang perasaan terdalam ku, sebagai cewek yang ditinggal teman terdekatnya. Ditinggal demi orang lain yang telah berkomitmen untuk masa depannya.

Aku kadang mbatin, jangan-jangan hanya aku yang mikir kayak gini. Ternyata beberapa teman dan sepupuku merasakan hal yang sama. Ketika aku menanyakan, "Apa yang sebenarnya kalian rasakan ketika satu teman dekat kalian nikah, padahal seharusnya kalian masih bisa menikmati hari menyenangkan bersama?"

Jawabannya sama. "Itu sangat menjengkelkan dan membuat jarak yang jauh secara tiba-tiba."

Ketika kami yang sedang bahagia-bahagianya mempunyai teman dekat, dan secara dini ada teman dekat menikah. Menikah di saat kami belum siap untuk menemukan teman baru... Itu terkadang yang membuat kami benci dengan pernikahan. Selain sebal, nggak jarang juga jadi bahan perbandingan di keluarga. "Itu si X udah nikah, kamu kapan?"

Yakk. Hal itu terjadi padaku.

Tp bukan kebencian ini yang akan aku bahas. Melainkan perasaan yang ditinggal nikah.
Aku sebagai pengamat yang baperan ini, telah merasakan rasa sakit hati yang sepedih ini setidaknya dua kali.
Pertama saat ada teman seangkatan wisuda lebih dulu (dan pamer toga di sosmed). Kedua, saat teman dekat menikah lebih dulu (yang kemudian pamer kemesraan di sosmed).

Kami (para teman yang ditinggal nikah) merasakan hal yang pedih bertubi-tubi. Pertama ketika mendengar rencana pernikahan, menerima undangan, dan kenyataan bahwa akan terjadi jarak di antara kita. (Cieee. Ups. Ini serius.)

Kata salah satu teman, "Aku paling nggak suka kalo ada temen yang udah nikah duluan. Semuanya pasti bakal beda. Misal diajak ngumpul, bilangnya pasti selalu 'sorry aku gak bisa, aku harus nunggu suami pulang' atau kalo enggak 'wah mau dong ikut, tapi istriku ikut ya.' Itu bikin maless."

Sepupuku bahkan bilang gini, "Dia sadar dia udah nikah duluan, sedangkan kami yang ngajak ngumpul belum pada nikah dan masih gini-gini aja. Dipikir kami gak cemburu? Kami sebel dan cemburu. Mana pake pamer suap-suapan pula. Nggak sopan!"

Aku nggak nyangka ternyata ada juga orang lain yang berpikiran sama denganku.

Jodoh memang sudah ditentukan. Tapi perasaan dan persahabatan bisa saja rusak karena adanya ikatan pernikahan.

Aku pernah dimarahi sama temen sendiri gara-gara aku menyakiti perasaan orang hamil. Dan memang orang yang udah nikah dan hamil atau punya anak itu pasti akan memiliki kehidupan barunya (juga lebih diperhatikan -- ya sama pasangan, sama teman, sodara, mertua, semua..).
Dan mereka sudah tidak mempedulikan kami yang merasa ditinggalkan, yang sebenarnya masih butuh seorang teman yang seperti mereka.
Teman yang sama, bukan teman yang tiba-tiba berubah jadi orang tua yang sok ngatur kayak yang ada di rumah.

Ada satu teman lagi bilang, "Emang ya, kalo udah emak-emak itu temennya ya sama emak-emak yang lain. Bukan sama kita yang masih ngunyah permen karet."

"Dan pemikiran orang yang udah kerja juga jadi beda, udah nggak seasik dulu lagi. Mereka jadi sok nasehati gitu." lanjutnya.

Umur udah tua, tapi jodoh ada yang ngatur. Maka sempurna lah kesakitan ini akan terus menggerus, karena semakin lama, akan semakin banyak teman-teman yang meninggalkanku.

Aku akan semakin jauh dengan mereka, dan aku cuma bisa ngomong sama tembok (lagi).

Aku bisa sangat memaklumi semua yang telah terjadi. Karena ini lah kenyataannya. Tapi aku sangat tidak terima jika, aku harus selalu memahami keadaan mereka sedangkan mereka tidak memahami keadaanku (keadaan kami untuk pada umumnya).
Mungkin mereka hanya menganggap kami sebagai pengacau dan pembuat onar di kehidupan rumah tangga teman kami sendiri. Tapi sebenarnya.... kami tak sudi teman kami direbut orang yang baru saja dikenalnya lalu diajak menikah lalu semena-mena menjauhkan kami dengan teman kami.

Kami juga punya hati.

#suarahatiyangditinggalpergi

Ini yang harus disiapkan kalo mau ganti kelas bpjs kesehatan

Yang butuh ganti kelas di bpjs, saya bakal kasih infonya.. Terutama di kota Jogja. Semoga di kota-kota lain juga sama.

Oiya, sebelumnya, udah tau kan kalo mulai april 2016 iuran bpjs mau naik? Naiknya jauh banget pulaa..
Tapi sebenernya saya mau ganti kelas bukan karena iuran yang naik, tapi karena di faskes saya itu kalopun saya pake bpjs kelas 1, nantinya saya tetep dapet kelas 2. Kenapa? Karena antri ruangan inapnya puanjangg..
Eee... Tapi kok ternyata ada berita bahwa iuran bakal naik, ya sekalian aja. Biar nggak terlalu kaget besoknya.


Syarat buat yang mau ganti kelas bpjs:

1. Masa aktif harus sudah 1 tahun. Cek di kartu bpjs mu, di bawah barcode itu ada tanggalnya. Biar gak sia-sia pas udah antri ke kantor bpjs, eee kok ternyata belum bisa diproses.. Ini lah yang terjadi padaku. Kurang seminggu doank padahal.

2. Bawa kartu bpjs. Buat jaga-jaga sekalian bawa fotokopiannya juga.

3. Bawa ktp dan fotokopinya.

4. Bawa kartu keluarga dan fotokopinya. Klo ini kyknya yg asli gak usah dibawa gak papa. Tapi apa salahnya jaga-jaga. Daripada bolak balik gt.

5. Bawa buku tabungan yang buat bayar iuran dan fotokopinya. Ini penting karena mengubah kelas itu kaitannya sama iuran alias duit. (Ini aku tadi lupa, jadi aku harus balik ke rumah lagi gt.)

6. Dateng ke kantor bpjs pagi-pagi, kalo perlu sebelum kantornya buka. Yakin deh, pasti udah banyak yang ngantri sebelum kamu dateng. Khusus kota Jogja: kalo yang bpjs mandiri, kantornya di utara balai kota. Kalo yang pns dan instansi, kantornya di gedongtengen.


Jangan kaget juga kalo pas ngantri, walaupun kamu dapet antrian nomor awal (nomor 3 misalnya), kamu bakal tetep nunggu lamaaa... Karena satu kostumer paling cepet dilayani selama 15 menit.

Dah itu aja deh ceritaku. Ini pengalamanku waktu pingin ganti kelas dari kelas 1 ke kelas 2. Semoga bermanfaat..

Mereka pikir aku....

Mereka pikir aku pengecut..
Mereka pikir aku nggak mau berubah..
Mereka pikir aku payah..
Mereka pikir aku penakut...

Dan semua kata-kata mereka tentang aku yang masih aja di Jogja sampai saat ini.
Bahkan mereka pikir aku terlalu menutup diri buat lingkungan baru.

Mereka tidak tahu betapa sulitnya menjadi aku yang tidak bisa sebebas mereka.

Tinggal lama di Jogja memang nyaman. Sekaligus membuatku menjadi kurang pengalaman di bidang perbolangan.
Cari kerja di Jogja sangat sulit, maka mereka yang bilang aku pengecut itu memilih untuk melenggang jauh dari Jogja. Demi materi.

Aku ingin seperti mereka, aku sangat mampu. Tapi aku tak bisa.
Ketidakbisaanku ini bukan tanpa alasan. Dan kebanyakan mereka tidak menerima alasanku.

Aku anak terakhir yang sangat sayang orang tua. Yang tidak tega meninggalkan orang tua sendiri di rumah.
Apa jadinya jika mereka tanpa aku. Yaa kurang lebih seperti itu.

Kalian yang sudah pergi keliling dunia itu pastilah telah mendapat ijin untuk pergi, berbuat yang membanggakan. Apa jadinya jika orang tua kalian tidak memberi ijin? Atau memberi ijin, tapi terpaksa. Dengan kata-kata khas orang tua, "Ya udah sana terserah."
Bagiku, itu bukan artinya memberi ijin. Itu sulit dimengerti. Dan itu yang membuatku akhirnya tetap tinggal di Jogja, dengan tumpukan lamaran kerja yang tak kunjung mendapat jawaban. Bahkan jika terjawab pun, hanya sampai di tahap wawancara, dan tidak lolos.

Aku nggak ngerti ya, mereka pikir aku harus kerja di luar Jogja dengan pendidikanku yang seperti ini. Tapi aku tidak ingin. Aku nggak mau menyia-nyiakan kebersamaanku dengan keluarga. Menurutku, kebahagiaan orang tua dan berpiknik bersama mereka itu melebihi dari semua materi yang ada. Aku nggak mau pergi dari rumah ini. Biarkan aku besar di rumah kecil ini, asalkan aku selalu bersama orang tua ku. Setelah kakakku satu-satunya berhijrah ke kota orang, tinggal lah aku di sini yang harus menjaga mereka.

Intinya mah... Why? Mengapa? Mengapa cari kerja di Jogja susah banget sihh...