Akhir-akhir ini aku terus aja iseng nanya-nanya ke temen-temen deketku, tentang "Mau ngapain habis lulus?"
Kebanyakan dari mereka bisa menjawab dengan lancar, ada pula beberapa yang masih mikir-mikir tapi udah jelas arahnya ke mana. Keisenganku berbuah motivasi bagi mereka, tapi tidak buat aku. Semakin banyak aku bertanya, semakin rancu pula arahku berjalan.
Sebenernya, yang melatari aku iseng nanya tentang itu adalah karena aku tak tau mau ngapain setelah lulus. Sekedar cari inspirasi, siapa tau rencana mereka bisa cocok. Atau bisa jadi cari teman yang sama-sama bingung. Sejauh ini, rencanaku hanya menjadi seseorang yang sukses. Jadi apa? Entahlah. Tak terpikirkan. Kalau dipikir-pikir, malah jadi buyar. Malah jadi membabibuta buat mengungkap, sebenernya aku tuh bisa apa sih di dunia kerja nanti?
Kalau ditelisik tentang masa lalu, aku sangat berbakat. Setidaknya di masa itu. Beberapa temanku juga banyak yang menganggap mereka berbakat, jadi apa salahnya aku narsis di blogku sendiri. Hehehe.
Mari kita mulai dengan TK.
Aku mengenal huruf hijaiyah dulu sebelum alfabet. Jadi aku kebiasaan menulis dari arah kanan. Saat tiba saatnya aku mengenal huruf alfabet, aku pun menulisnya dari kanan dengan posisi huruf terbalik. Usaha pembenaran dari guruku aku tentang, aku merasa sudah benar. Jadi aku tidak perlu dibenarkan lagi. Keras kepala, itu sifatku 'saat' kecil. Hmmm... Cerita ini sepertinya tidak ada sangkut pautnya dengan "mau jadi apa aku nanti". Hehe.
Tapi kini, aku mulai mengingat-ingat dan menemukan sedikit kegiatanku saat TK, yaitu menari, menggambar, dan main angklung. Aku selalu ikut acara dari panggung ke panggung untuk menunjukkan hasil latihan saat itu. Tapi, aku tak pernah merasa diarahkan ke arah seni tari, seni gambar, atau seni musik. Mungkin in hanya main-main saja. Kurang cukup bukti bahwa sebenarnya aku berbakat. Sehingga aku harus lebih meyakinkan lagi saat SD.
Kuberikan piagam tertuliskan namaku dengan sandang "Juara I Menggambar".
Itu tak cukup ternyata. Aku tetap diharapkan mendapat ranking satu di kelas. Dengan nilai matematika sempurna. Ternyata itu lebih 'membanggakan'.
Mungkin hadiah-hadiah dari lomba menggambar yang telah bertumpuk ini tidak akan berguna nantinya. Hanya teronggok di lemari. Dan benar, kini aku masih bisa melihat kinclongnya plastik pembungkus dari crayon warna-warni itu. Aku tak bisa fokus dengan menggambar. Aku harus fokus dengan matematika. Dan dengan ranking satu-ku.
Aku beranjak besar, sekolah dasar ku lalui, maka akan aku tunjukkan semuanya di SMP dengan suling sopranku. Aku berikan piagam bertuliskan namaku dengan kalimat "Terima kasih atas partisipasi memeriahkan ulang tahun Jogja dalam Ansamble Musik tingkat SMP se-DIY"
Ternyata itu 'tak cukup membanggakan'. Maka, aku harus terus mendapat ranking, yang ternyata tak bisa kudapatkan di SMP. Maksimal hanya ranking 5. Dan ini pun tak mungkin bisa membanggakan.
Mungkin bukan menggambar. Mungkin bukan seni bermusik. Mungkin yang ini. Aku tunjukkan hadiah dari lomba baca puisi saat SMA, juara 1. Tapi sepertinya hanya raport ku yang dapat menarik perhatian. Baiklah, kutunjukkan nilai Bahasa Jepang yang hampir sempurna itu, tapi arah mata pasti tertuju ke Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Tak ada yang dibanggakan. Semua memang di atas batas minimal, tapi jika kepleset saja, pasti kecemplung. Yang melihat pun pasti akan geleng-geleng.
Tidak ada yang perlu diributkan lagi. Maka ketika aku memilih jurusan, aku hanya memilih dengan mata tertutup. Dan terpilih lah Biologi, mata pelajaran paling kacau yang pernah kuhadapi. Hanya dengan alasan, kuotanya paling banyak. Semakin merasakan kuliah di sini, aku semakin kacau. Sama sekali pepatah "tresna jalaran saka kulina" salah kaprah. Aku tak merasakan cinta sedikit pun dengan jurusan ini.
Jadi, mau jadi apa aku nanti? Dengan aku yang seperti ini, aku yang bahkan tak mengenal siapa aku sebenarnya. Yang kurasakan hanyalah, 'berhenti' bahkan merosot dari aku yang dulu. Aku kini sudah terlanjur jauh dari aku yang sebenarnya.
Maka ku putuskan setelah aku lulus nanti, dengan IP seadanya, dengan ilmu yang tak banyak menempel di otak, dengan rasa bangga yang telah luntur, aku akan sekolah lagi. Bukan S2. Melainkan S1, atau D3 sekalian. Tak boleh siapapun merusak rencanaku. Sudah tak kupikirkan lagi umur yang telah lompat tinggi, aku harus mendapatkan yang sebenarnya aku mau. Titik.
NB: Alhamdulillah, ijin dari mama sudah kudapatkan. Ini mempermudah perjalananku. :)
Kini, aku bingung, aku sebenernya mau apa?
Ini tulisan
Restu Dinda Kurnia
on Sabtu, Mei 17, 2014
Kategori
cerita hidup,
curhat,
impian,
kuliah,
pengalaman
Semangat, Nay~ Aku juga pengen segera lulus biar bisa bebas mendalami yang aku inginkan. Biologi tetep suka. Tapi mungkin hanya sebatas kekaguman. :)
BalasHapusDi Biologi aku bisa ketemu kalian~ ;) Semoga diriku bisa menguatkan diri dari tuntutan org tua jadi pegawai, :3