Kalo gini jadinya, aku nyesel jadi mahasiswa UGM. Eh, nggak boleh gitu dink. Aku seneng kok di UGM. UGM mengajarkan banyak hal. Tapi, berat jadi alumni UGM. Harus keren dan kece setelah lulus. Padahal, aku yang klomoh-klomoh ini, kece aja enggak, apalagi keren. Hahaha.
Aku paling sebel kalo ada yang bilang, "Lulusan UGM kok gitu. Lulusan UGM kok gini. Lulusan UGM kok jomblo.." ehm.. abaikan yang terakhir.
UGM udah punya nama dimana-mana. Nah, kalau aku jadi orang biasa-biasa aja, emangnya salah? Yang penting kan aku masih di jalan yang benar kan? Apa penilaian derajat manusia di mata Allah itu dari pekerjaan dan gajinya? (nah nah dah mulai ceramah. hahaha)
Ah, intinya, aku sebel aja kalo harus dikaitkan dengan UGM. Lama-lama gue pake ijazah SMA aja lah -_-
#edisimalesnulis
Berat juga ya bawa nama almamater
Ini tulisan
Restu Dinda Kurnia
on Kamis, April 23, 2015
Kategori
cerita hidup,
curhat,
males nulis,
pengalaman
/
Comments: (0)
Sebenernya, rencana indah apa yang udah disiapkan Allah padaku?
Hari ini aku sedih. Gak tau kenapa.
Aku bertanya-tanya terus dari kemarin. Sebenernya, rencana indah apa yang udah disiapkan Allah padaku?
Aku yang kini 24 tahun hampir 25, merasa tua. Memang benar aku tua, tapi aku nggak sedewasa umurku. Umurku masih serasa 18 tahun. Ini bukan semata-mata buat sok muda atau gimana. Tapi emang kayak gitu rasanya. Sebagai cewek, aku harusnya peka dengan segala hal yang berkaitan dengan "pekerjaan rumah". Aku harus banyak belajar. Dengan secepat kilat. Istilahnya, umur mentalku yang 18 harus bener-bener disejajarin dengan umur fisikku. Malu sama umur yang tercantum di KTP kan.
Aku nggak tau harus ngapain. Teman-temanku yang notabene lebih muda dari aku, malah menambah aku jadi semakin childish. Pastinya orangtuaku berharap aku dewasa, sesuai umurku yang sebenarnya. Tapi mereka hanya sekedar berharap dan berharap. Tanpa ada pengertian dan pembelajaran berarti buatku. Mereka malah menambahku menjadi takut dengan kedewasaan. Aku ngerasa aku pingin jadi anak kecil terus yang tiap hari nggak perlu bicara serius. Jadi aku nggak perlu repot ngurusi keuangan, atau cekcok masalah keluarga, atau perdebatan yang nggak masuk akal.
Di saat yang lain mulai berumah tangga, aku masih aja mainan gunting kertas di rumah. Bikin kamarku jadi kayak kelas di TK. Aku masih berpikir bahwa aku adalah seorang "anak". Aku sama sekali nggak melihat potensi diriku seperti apa. Aku udah pasrah sama hidupku. Aku udah nggak bisa lagi ngayal kayak dulu lagi. Yang ada aku cuma nangis tiap malam. Kenapa hidupku gak selancar kakakku? Kenapa aku gini-gini amat? Depresi tiap hari. Berat badan turun lagi, turun lagi. Senyumku udah tinggal senyum palsu. Nggak ada lagi kebahagiaan yang sebenarnya. Hanya kebahagiaan sederhana yang tersisa.
Pertanyaan yang selalu bergulir ketika aku sendirian di kamar, kenapa aku masih saja belum dipertemukan jodoh? Padahal harusnya umur segini aku udah ada calon. Kenapa juga aku belum diberi rezeki melalui pekerjaan yang tetap? Padahal aku udah lulus dari tahun kemarin. Usahaku yang gak santai ini juga harusnya diperhitungkan. Lagi-lagi, sebenarnya rencana indah apa yang udah disiapkan Allah padaku?
Dengan keadaan dimana aku jomblo, dimana aku nganggur, ini membuat orangtuaku bertanya-tanya. Aku ini sebenernya niat nggak sih? Seniat-niatnya aku, kalau ini belum ketentuan Allah buat aku menikah dan bekerja, aku nggak bisa mengelak lagi kan?
Aku nggak punya banyak kemampuan yang bisa dijadikan modal bekerja. Aku cemen dalam hal keberanian, aku payah dalam hal usaha. Aku yang lulusan biologi ini nggak punya keahlian berarti di bidang biologi. Bahkan bahasa inggris aja aku nggak lancar. Aku nggak mungkin berani daftar di perusahaan gedhe. Aku nggak bisa pinter ngomong, aku nggak mungkin bisa jadi pebisnis yang harus pinter marketing. Kata temenku, bekerjalah sesuai hobimu. Tapi hobiku aja nggak jelas. Aku cuma bisa ngeluh ngeluh dan ngeluh lewat blog ini. Ini sama sekali nggak membanggakan.
Oke, aku nggak tau aku harus nulis hal kayak gini sampai kapan.
Biarin aku nulis kejelekanku di blogku ini... Biar bisa jadi kaca di masa depan. Kalau saja aku besok bisa sukses dengan caraku sendiri. Aku pasti akan tertawa jika membaca tulisan ini. Iya kalau aku masih hidup sampai besok. Semoga aku masih bisa bermimpi dan menggapainya.
Aku bertanya-tanya terus dari kemarin. Sebenernya, rencana indah apa yang udah disiapkan Allah padaku?
Aku yang kini 24 tahun hampir 25, merasa tua. Memang benar aku tua, tapi aku nggak sedewasa umurku. Umurku masih serasa 18 tahun. Ini bukan semata-mata buat sok muda atau gimana. Tapi emang kayak gitu rasanya. Sebagai cewek, aku harusnya peka dengan segala hal yang berkaitan dengan "pekerjaan rumah". Aku harus banyak belajar. Dengan secepat kilat. Istilahnya, umur mentalku yang 18 harus bener-bener disejajarin dengan umur fisikku. Malu sama umur yang tercantum di KTP kan.
Aku nggak tau harus ngapain. Teman-temanku yang notabene lebih muda dari aku, malah menambah aku jadi semakin childish. Pastinya orangtuaku berharap aku dewasa, sesuai umurku yang sebenarnya. Tapi mereka hanya sekedar berharap dan berharap. Tanpa ada pengertian dan pembelajaran berarti buatku. Mereka malah menambahku menjadi takut dengan kedewasaan. Aku ngerasa aku pingin jadi anak kecil terus yang tiap hari nggak perlu bicara serius. Jadi aku nggak perlu repot ngurusi keuangan, atau cekcok masalah keluarga, atau perdebatan yang nggak masuk akal.
Di saat yang lain mulai berumah tangga, aku masih aja mainan gunting kertas di rumah. Bikin kamarku jadi kayak kelas di TK. Aku masih berpikir bahwa aku adalah seorang "anak". Aku sama sekali nggak melihat potensi diriku seperti apa. Aku udah pasrah sama hidupku. Aku udah nggak bisa lagi ngayal kayak dulu lagi. Yang ada aku cuma nangis tiap malam. Kenapa hidupku gak selancar kakakku? Kenapa aku gini-gini amat? Depresi tiap hari. Berat badan turun lagi, turun lagi. Senyumku udah tinggal senyum palsu. Nggak ada lagi kebahagiaan yang sebenarnya. Hanya kebahagiaan sederhana yang tersisa.
Pertanyaan yang selalu bergulir ketika aku sendirian di kamar, kenapa aku masih saja belum dipertemukan jodoh? Padahal harusnya umur segini aku udah ada calon. Kenapa juga aku belum diberi rezeki melalui pekerjaan yang tetap? Padahal aku udah lulus dari tahun kemarin. Usahaku yang gak santai ini juga harusnya diperhitungkan. Lagi-lagi, sebenarnya rencana indah apa yang udah disiapkan Allah padaku?
Dengan keadaan dimana aku jomblo, dimana aku nganggur, ini membuat orangtuaku bertanya-tanya. Aku ini sebenernya niat nggak sih? Seniat-niatnya aku, kalau ini belum ketentuan Allah buat aku menikah dan bekerja, aku nggak bisa mengelak lagi kan?
Aku nggak punya banyak kemampuan yang bisa dijadikan modal bekerja. Aku cemen dalam hal keberanian, aku payah dalam hal usaha. Aku yang lulusan biologi ini nggak punya keahlian berarti di bidang biologi. Bahkan bahasa inggris aja aku nggak lancar. Aku nggak mungkin berani daftar di perusahaan gedhe. Aku nggak bisa pinter ngomong, aku nggak mungkin bisa jadi pebisnis yang harus pinter marketing. Kata temenku, bekerjalah sesuai hobimu. Tapi hobiku aja nggak jelas. Aku cuma bisa ngeluh ngeluh dan ngeluh lewat blog ini. Ini sama sekali nggak membanggakan.
Oke, aku nggak tau aku harus nulis hal kayak gini sampai kapan.
Biarin aku nulis kejelekanku di blogku ini... Biar bisa jadi kaca di masa depan. Kalau saja aku besok bisa sukses dengan caraku sendiri. Aku pasti akan tertawa jika membaca tulisan ini. Iya kalau aku masih hidup sampai besok. Semoga aku masih bisa bermimpi dan menggapainya.
Catatan Hati Seorang Guru Privat: Jupan
Ini tulisan
Restu Dinda Kurnia
on Minggu, April 19, 2015
Kategori
belajar,
Catatan Hati Seorang Guru Privat,
curhat,
pengalaman
/
Comments: (0)
Kini aku ingin bercerita tentang murid les ku yang bernama Jupan (bukan nama sebenarnya). Dia anak cowok kelas 2 SD. Keluarganya dahsyat semua. Bapak ibunya dokter lulusan S3. Jupan ini anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya kelas 6 SD (cewek) dan kakak keduanya kelas 4 SD (cowok).
Jupan ini terobsesi dengan robot dan persenjataan. Walaupun orang tuanya dokter, dia bersikukuh pingin jadi tentara. Tiap les dimulai, bahkan sedang berlangsung, dia selalu berlakon seperti robot yang membawa senjata. "Deziuuu deziuuu!!!" Kepolosan anak ini kadang membuatku bingung sendiri.
Bukan itu yang ingin aku ceritakan sekarang. Aku ingin cerita tentang rasa keingintahuannya yang sangat tinggi. Dia tertarik banget sama pelajaran Agama Islam. Pertanyaan-pertanyaannya sering sekali berkaitan dengan nabi-nabi. Tak jarang pula menanyakan tentang tuntunan agama yang benar. Antara baik dan benar, dosa atau tidak, sampai dengan kenapa hal haram itu bisa jadi haram. Kayaknya habis selesai ngelesi bocah satu ini, aku bakal jadi filsuf sejati. Hahahaha...
Di sela-sela mengerjakan tugasnya, banyak pertanyaan yang membuatku jadi berkaca. Contohnya adalah mengenai aurat.
Jupan: "Berarti yang nggak pake kerudung itu dosa?"
Aku: "Menurutmu gimana?"
Jupan: "Dosa donk."
Aku: "Itu tau..."
Jupan: "Kaki juga nggak boleh kelihatan donk."
Aku: "Iyaa.. Harusnya gitu."
Jupan: "Berarti harus pakai kaos kaki kan?" (sambil ngeliatin kakiku)
Aku: "Iyaa.." (untung aku pakai kaos kaki. fyuuhh...)
Pertanyaan berlanjut.
Jupan: "Kalau aurat laki-laki itu mana aja mbak?"
Aku: "Dari pusar sampai lutut." (sambil menunjuk bagian pusar dan lutut)
Jupan: "Ooooh, tapi yang wajib menutupi aurat itu yang udah gede kan mbak?"
Aku: "Iya, yang udah dewasa. Namanya baligh. Kalau udah baligh, wajib menutup aurat."
(lalu hening)
Jupan: "Pemain bola itu kan pakai celana pendek. Lututnya keliatan. Berarti dosa donk?"
Aku: "Hmmmm... menurutmu gimana?"
Jupan: "Dosa donk." (diam sejenak) "Weeeeeee.... Dosa??? Aku nggak bisa jadi pemain bola donk??"
Aku: "Eh? Jupan boleh donk jadi pemain bola."
Jupan: "Tapi ntar lututku keliatan. Aku dosa donk.."
Aku: "Ya pake penutup lutut donk. Kan ada."
Jupan: "Oiyaa.. Tapi berarti pemain bola yang gak pake penututp lutut dosa donk."
Aku: "Hmmm... gini. Kalau ada perempuan nggak pake kerudung, dosa nggak?"
Jupan: "Dosa."
Aku: "Tapi boleh nggak?"
Jupan: "Boleh."
Aku: "Nah itu sama aja dengan pemain bola itu. Boleh aja kayak gitu, tapi dosa ditanggung sendiri sama mereka. Jupan ngerti?"
Jupan: "Iya iya... Hmmm.. gitu yaa.."
FYUHH~~
#CHSGP
Jupan ini terobsesi dengan robot dan persenjataan. Walaupun orang tuanya dokter, dia bersikukuh pingin jadi tentara. Tiap les dimulai, bahkan sedang berlangsung, dia selalu berlakon seperti robot yang membawa senjata. "Deziuuu deziuuu!!!" Kepolosan anak ini kadang membuatku bingung sendiri.
Bukan itu yang ingin aku ceritakan sekarang. Aku ingin cerita tentang rasa keingintahuannya yang sangat tinggi. Dia tertarik banget sama pelajaran Agama Islam. Pertanyaan-pertanyaannya sering sekali berkaitan dengan nabi-nabi. Tak jarang pula menanyakan tentang tuntunan agama yang benar. Antara baik dan benar, dosa atau tidak, sampai dengan kenapa hal haram itu bisa jadi haram. Kayaknya habis selesai ngelesi bocah satu ini, aku bakal jadi filsuf sejati. Hahahaha...
Di sela-sela mengerjakan tugasnya, banyak pertanyaan yang membuatku jadi berkaca. Contohnya adalah mengenai aurat.
"Mbak, aurat perempuan itu kan seluruh tubuh kan? Kecuali muka dan telapak tangan. Iya kan?"Aku: "Iya."
Jupan: "Berarti yang nggak pake kerudung itu dosa?"
Aku: "Menurutmu gimana?"
Jupan: "Dosa donk."
Aku: "Itu tau..."
Jupan: "Kaki juga nggak boleh kelihatan donk."
Aku: "Iyaa.. Harusnya gitu."
Jupan: "Berarti harus pakai kaos kaki kan?" (sambil ngeliatin kakiku)
Aku: "Iyaa.." (untung aku pakai kaos kaki. fyuuhh...)
Pertanyaan berlanjut.
Jupan: "Kalau aurat laki-laki itu mana aja mbak?"
Aku: "Dari pusar sampai lutut." (sambil menunjuk bagian pusar dan lutut)
Jupan: "Ooooh, tapi yang wajib menutupi aurat itu yang udah gede kan mbak?"
Aku: "Iya, yang udah dewasa. Namanya baligh. Kalau udah baligh, wajib menutup aurat."
(lalu hening)
Jupan: "Pemain bola itu kan pakai celana pendek. Lututnya keliatan. Berarti dosa donk?"
Aku: "Hmmmm... menurutmu gimana?"
Jupan: "Dosa donk." (diam sejenak) "Weeeeeee.... Dosa??? Aku nggak bisa jadi pemain bola donk??"
Aku: "Eh? Jupan boleh donk jadi pemain bola."
Jupan: "Tapi ntar lututku keliatan. Aku dosa donk.."
Aku: "Ya pake penutup lutut donk. Kan ada."
Jupan: "Oiyaa.. Tapi berarti pemain bola yang gak pake penututp lutut dosa donk."
Aku: "Hmmm... gini. Kalau ada perempuan nggak pake kerudung, dosa nggak?"
Jupan: "Dosa."
Aku: "Tapi boleh nggak?"
Jupan: "Boleh."
Aku: "Nah itu sama aja dengan pemain bola itu. Boleh aja kayak gitu, tapi dosa ditanggung sendiri sama mereka. Jupan ngerti?"
Jupan: "Iya iya... Hmmm.. gitu yaa.."
FYUHH~~
#CHSGP