Sakit itu tak selalu nampak
Ini tulisan
Restu Dinda Kurnia
on Sabtu, Maret 26, 2016
Kategori
cerita hidup,
curhat,
friendship
Aku hanya menceritakan tentang perasaan terdalam ku, sebagai cewek yang ditinggal teman terdekatnya. Ditinggal demi orang lain yang telah berkomitmen untuk masa depannya.
Aku kadang mbatin, jangan-jangan hanya aku yang mikir kayak gini. Ternyata beberapa teman dan sepupuku merasakan hal yang sama. Ketika aku menanyakan, "Apa yang sebenarnya kalian rasakan ketika satu teman dekat kalian nikah, padahal seharusnya kalian masih bisa menikmati hari menyenangkan bersama?"
Jawabannya sama. "Itu sangat menjengkelkan dan membuat jarak yang jauh secara tiba-tiba."
Ketika kami yang sedang bahagia-bahagianya mempunyai teman dekat, dan secara dini ada teman dekat menikah. Menikah di saat kami belum siap untuk menemukan teman baru... Itu terkadang yang membuat kami benci dengan pernikahan. Selain sebal, nggak jarang juga jadi bahan perbandingan di keluarga. "Itu si X udah nikah, kamu kapan?"
Yakk. Hal itu terjadi padaku.
Tp bukan kebencian ini yang akan aku bahas. Melainkan perasaan yang ditinggal nikah.
Aku sebagai pengamat yang baperan ini, telah merasakan rasa sakit hati yang sepedih ini setidaknya dua kali.
Pertama saat ada teman seangkatan wisuda lebih dulu (dan pamer toga di sosmed). Kedua, saat teman dekat menikah lebih dulu (yang kemudian pamer kemesraan di sosmed).
Kami (para teman yang ditinggal nikah) merasakan hal yang pedih bertubi-tubi. Pertama ketika mendengar rencana pernikahan, menerima undangan, dan kenyataan bahwa akan terjadi jarak di antara kita. (Cieee. Ups. Ini serius.)
Kata salah satu teman, "Aku paling nggak suka kalo ada temen yang udah nikah duluan. Semuanya pasti bakal beda. Misal diajak ngumpul, bilangnya pasti selalu 'sorry aku gak bisa, aku harus nunggu suami pulang' atau kalo enggak 'wah mau dong ikut, tapi istriku ikut ya.' Itu bikin maless."
Sepupuku bahkan bilang gini, "Dia sadar dia udah nikah duluan, sedangkan kami yang ngajak ngumpul belum pada nikah dan masih gini-gini aja. Dipikir kami gak cemburu? Kami sebel dan cemburu. Mana pake pamer suap-suapan pula. Nggak sopan!"
Aku nggak nyangka ternyata ada juga orang lain yang berpikiran sama denganku.
Jodoh memang sudah ditentukan. Tapi perasaan dan persahabatan bisa saja rusak karena adanya ikatan pernikahan.
Aku pernah dimarahi sama temen sendiri gara-gara aku menyakiti perasaan orang hamil. Dan memang orang yang udah nikah dan hamil atau punya anak itu pasti akan memiliki kehidupan barunya (juga lebih diperhatikan -- ya sama pasangan, sama teman, sodara, mertua, semua..).
Dan mereka sudah tidak mempedulikan kami yang merasa ditinggalkan, yang sebenarnya masih butuh seorang teman yang seperti mereka.
Teman yang sama, bukan teman yang tiba-tiba berubah jadi orang tua yang sok ngatur kayak yang ada di rumah.
Ada satu teman lagi bilang, "Emang ya, kalo udah emak-emak itu temennya ya sama emak-emak yang lain. Bukan sama kita yang masih ngunyah permen karet."
"Dan pemikiran orang yang udah kerja juga jadi beda, udah nggak seasik dulu lagi. Mereka jadi sok nasehati gitu." lanjutnya.
Umur udah tua, tapi jodoh ada yang ngatur. Maka sempurna lah kesakitan ini akan terus menggerus, karena semakin lama, akan semakin banyak teman-teman yang meninggalkanku.
Aku akan semakin jauh dengan mereka, dan aku cuma bisa ngomong sama tembok (lagi).
Aku bisa sangat memaklumi semua yang telah terjadi. Karena ini lah kenyataannya. Tapi aku sangat tidak terima jika, aku harus selalu memahami keadaan mereka sedangkan mereka tidak memahami keadaanku (keadaan kami untuk pada umumnya).
Mungkin mereka hanya menganggap kami sebagai pengacau dan pembuat onar di kehidupan rumah tangga teman kami sendiri. Tapi sebenarnya.... kami tak sudi teman kami direbut orang yang baru saja dikenalnya lalu diajak menikah lalu semena-mena menjauhkan kami dengan teman kami.
Kami juga punya hati.
#suarahatiyangditinggalpergi
0 komentar:
Posting Komentar