Lagi-lagi kericuhan terjadi.
Sang pentolan bernama NARA mengamuk di pondokan. Dan kenapa harus aku yang jadi saksinya???
Jangan bayangkan nara itu cowok dewasa kekar dan perawakannya mengerikan. Dialah nara, anak cewek kecil dengan rambut kriwilnya dan muka polosnya.
Dia nggak segan-segan melampiaskan kemarahan dengan menjambak, memukul, menggigit apapun yang ada di dekatnya, dan diutamakan korbannya adalah orang.
Saat itu, pondokan rame dengan anak-anak yang sedang sibuk menggambar. Entah apa yang memicu, tiba-tiba nara dengan sandal di dua genggamannya memukul bening (sahabatnya nara). Aku bener-bener kaget. Mau nggak mau, aku harus melerai mereka berdua, memaksa nara untuk minta maaf. Gengsinya nara tinggi banget, itu membuat dia nggak mau minta maaf, lalu dia pulang.
Pondokan kembali tenang.
Sekitar 15 menit setelah itu, nara kembali ke pondokan. Dengan wajah yang seolah-olah tak terjadi apa-apa. Teman-temannya pun menerima nara begitu saja. Tak ada rasa benci sedikitpun. Nara kembali mulai menggambar. Aku sudah mulai cukup tenang dengan keadaan ini. Membaik dengan cepat.
Baru saja aku membatin, terjadi lagi kericuhan. Aku lelah. Apalagi ini??
Tak tau asal muasal penyebab terjadinya kericuhan, tiba-tiba nara menjambak --lagi-lagi-- bening. Bening kesakitan dan mulai menangis. Aku harus bertindak. Memaksa --lagi-- nara untuk minta maaf. Salaman seperti pada umumnya aja nara nggak mau. Seketika dia ambil kertas gambarnya dan pulang. Nangis.
Aduuuhh.. aku bingung. Sebenernya apa yang terjadi. Anak-anak yang lain bercerita. Katanya nara merebut spidol yang sedang dipakai bening. Aku nggak heran sih.
Keadaan kembali tenang seiring tenangnya tangisan bening.
Hari berikutnya, nara datang ke pondokan sendirian.
"Temen-temennya mana?"
"Ra melu, jare inyong nakal." (Nggak ikut, katanya aku nakal)
Hahaha...
Hari berikut-berikutnya, aku jarang melihat nara berbuat onar lagi.. Hmmm.. masih sih, tapi nggak seekstrim saat itu. Dan sang pentolan pun dapat di handle :D
0 komentar:
Posting Komentar