Ketika dunia sudah mulai berubah.
Begitu juga aku.
Aku tak perlu lagi dituntun.
Aku mengerti betul tentang arti hidup.
Aku mengerti betul tentang arti semua ini.
Yang dibolak-balikkan oleh perasaan.
Ya, perasaan.
Perasaan sangat menentukan semuanya.
Dan entah kenapa emosi tak bisa jauh dari perasaan.
Yang dibolak-balikkan oleh perasaan.
Ya, perasaan.
Sekali lagi ku katakan bahwa aku sangat mengerti.
Aku sangat mengerti dimana wajah-wajah mereka disembunyikan.
Disembunyikan saat mereka sedih.
Bahkan wajah senang yang disembunyikan.
Aku tak mengatakan bahwa aku sangat peka.
Aku sama tidak peka nya dengan kalian.
Tapi aku lebih bisa disebut berpengalaman dengan semua perasaan itu.
Mulai dari kenapa tangisan lebih tidak dapat ditolerir daripada amarah.
Tapi aku tak akan membahas hal payah itu.
Ketika kau merasakan betapa banyaknya harapan yang kau lihat.
Apakah kau merasakannya seperti aku?
Harapan itu bagaikan butiran-butiran salju yang menyejukkan mata.
Tapi ketika kau dekati, lalu kau sentuh, berbaliklah butiran itu menjadi percikan api.
Yang semakin dikumpulkan akan semakin panas.
Itulah harapan. Palsu. Sangat panas dan sakit.
Entah bagaimana caranya menyembuhkan kulit yang terkena api.
Semakin dirasakan, semakin memanas.
Semakin diingat, semakin terluka.
Semakin dilihat, semakin menyesal.
Entah bagaimana caranya.
Tapi sadarkah, luka api itu lambat laun akan hilang.
Seiring kau melupakannya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan.
Sibuklah sembari menanti butiran-butiran salju yang sebenarnya.
Dan aku tak akan seketika menangkap salju itu.
Aku harus yakin bahwa itu memang salju.
Ya. Salju yang sebenarnya. Bukan harapan palsu.
Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar